Monday, February 4, 2019

Cerdas itu tidak hanya berhitung


Cerdas itu tidak hanya berhitung


Gambar terkait


Ketika kecil kita semua sering dimarahi orang tua apabila nilai ulangan matematika mendapatkan hasil yang kurang baik. Sehingga hari pembagian rapot merupakan hari yang mendebarkan bagi sebagian siswa–siswi. Di sekitar kita, di negara yang katanya negara demokrasi ini kecerdasan masih banyak dianggap sama dengan kemampuan matematika. Anak yang cerdas adalah anak yang pandai matematika, anak yang pandai adalah anak yang nilai matematikanya tinggi, anak yang tidak pandai adalah anak yang tidak punya nilai tinggi dalam matematika, anak yang tidak pandai adalah anak yang tidak pandai matematika. Begitulah anggapan di sebagian masyarakat yang masih menganggap matematika dan ilmu alam merupakan sebuah indikator untuk anak supaya bisa dikatakan cerdas.
Keadaan tersebut tentu saja tidak begitu tepat. Karena setiap anak pasti punya potensi masing-masing yang tentunya berbeda satu dengan yang lainya. Kita tentu dan harus sadar bahwa setiap anak punya bakat dan minat masing-masing. Tidak bisa dan tidak mungkin setiap anak harus menguasai detail-detail matematika. Mengenal matematika, iya. Tapi untuk menguasai, sepertinya tidak. Ada anak yang memang minat di matematika dan ilmu eksakta lainya, tetapi ada juga anak yang punya minat di menulis, minat menggambar, minat menyanyi, minat olahraga, dan minat-minat yang lain.  Hal ini harus menjadi perhatian bagi kita semua. Kalau anak kita minat di dunia tulis menulis, masukkan kursus menulis. Kalau anak kita minat di dunia tarik suara, masukkan di kursus menyanyi. Kalau anak kita minat di dunia olahraga, masukkan di kursus olahraga. Jangan hanya dipaksa memahami ilmu-ilmu hitung yang mungkin bukan minat dan bakat mereka.
Eistein pernah berkata “kamu tidak akan menemukan kecerdasan dari seekor ikan jika kamu mengukurnya dari kepandaianya menaiki pohon”. Bahkan dalam Al Kitab, kitab suci Al Qur’an juga ada ayat yang intinya kurang lebih begini “serahkan urusan duniamu kepada ahlinya” . dari dua pernyataan di atas tentu kita sadar, bahwa seorang anak tidak bisa dikukur kecerdasannyya dari satu aspek saja, matematika misalnya. Anak yang pandai menggambar tidak bisa dikatakan bodoh, hanya karena dia tidak bisa mengerjakan matematika. Begitupun anak yang pandai matematika mungkin juga tidak bisa diukur kecerdasanya menggambar lukisan beraliran realisme, dan seterusnya.
Hal-hal di atas, semakin meyakinkan kita semua bahwa perbedaan itu adalah pasti, perbedaan adalah suatu keniscayaan. Dalam hal apapun, tak terkecuali dalam hal kecerdasan. Setiap anak punya kecerdasan yang berbeda satu sama lain. ada yang suka menggambar, ada yang suka menulis, dan lain sebagainya. Bagi para pendidik dan orang tua, janganlah melulu membebani anak-anak untuk sekedar pandai berhitung. Sangatlah tidak bijak, apabila kecerdasan anak hanya diukur dari kemampuannya berhitung.





~ist.~